Minggu, 27 November 2011

Sahabat Harus Tau Karakter Sahabatnya Sendiri


Ketika sedang berlibur ke luar kota, Aku juga tak merasa direpotkan jika harus keluar masuk berbagai pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah yang berbeda, sesuai dengan kesukaan masing-masing sahabat. Tak sekalipun Aku membeli beberapa barang yang sama untuk kubagikan kepada tiap orang, sekalipun itu akan menghemat waktu, tenaga dan juga biaya.
Lantas, ketika sahabatku tenyata tak melakukan hal yang sama, salahkah jika aku merasa kecewa..??
Aku sangat menjunjung tinggi nilai persahabatan, namun Aku juga sangat menghargai privacy masing-masing orang. Ketika seorang sahabat merasa sedih, tak selamanya aku langsung berdiri di hadapannya dan bertanya : “Ada apa denganmu? ceritakan semuanya kepadaku.”
Lebih sering, Aku justru akan membiarkannya menyesapi kesedihannya seorang diri. Setelah merasa cukup waktu, barulah Aku menemuinya seraya bergumam,
“Kalau kamu mau, pakailah telinga dan juga bahuku untuk tempatmu bercerita dan menangis.”
Selanjutnya, Aku menyerahkan keputusan di tangannya. Ingin meminjam telinga dan bahuku, atau justru menginginkanku berdiri di balik sekat.
Sebaliknya, Aku pun memiliki kehidupan pribadi yang harus kujalani sendiri, yang tidak selamanya melibatkan sahabat. Di saat Aku sedang bersedih, Aku ingin agar sahabatku memperlakukanku seperti Aku memperlakukannya. Kenyataannya, sikapnya justru membuatku merasa sangat tidak nyaman.
Ketika Aku sedang bersedih, sahabat menodong dan memintaku untuk bercerita. Mungkin itu memang wujud dari kepeduliannya, tapi seharusnya dia tidak lupa untuk memahami karakterku juga.
Aku bukanlah seseorang yang bisa dengan mudah curhat kepada orang lain. Karakterku keras, selalu berusaha untuk bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Biasanya, Aku akan share hal-hal yang menurutku memang pantas untuk kubagi. Jadi jika Aku tidak berbagi kisah, itu artinya bahwa kisah itu memang pantasnya hanya untuk kukonsumsi seorang diri saja.
Apa jadinya jika dalam kondisi seperti ini sahabat masih menerorku dengan ‘kepedulian’ yang justru menggangguku itu..?? Maaf, tapi Aku pasti akan marah besar.
Mungkin terlalu berkesan pembelaan diri jika kukatakan bahwa Aku tidak terlalu menuntut dalam hubungan bersahabat. Aku memang menuntut. Dengan catatan, yang kutuntut adalah hakku sebagai seorang sahabat. Berharap sahabatku bisa mengerti kode etik persahabatan, sehingga tidak saling mengecewakan dan menimbulkan perselisihan.
Akan kuakhiri dengan salah satu quote favoritku:
“Sahabat yang baik bukanlah orang yang berada di samping kita setiap detik. Melainkan, orang yang tahu kapan dia harus menggenggam tangan kita dengan sangat rapat, juga yang mengerti kapan dia harus berdiri agak berjarak seolah ada pilar yang memisahkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar