Ketika sedang berlibur ke luar kota, Aku juga tak merasa
direpotkan jika harus keluar masuk berbagai pusat perbelanjaan untuk mencarikan
hadiah yang berbeda, sesuai dengan kesukaan masing-masing sahabat. Tak
sekalipun Aku membeli beberapa barang yang sama untuk kubagikan kepada tiap
orang, sekalipun itu akan menghemat waktu, tenaga dan juga biaya.
Lantas, ketika sahabatku tenyata tak melakukan hal yang
sama, salahkah jika aku merasa kecewa..??
Aku sangat menjunjung tinggi nilai persahabatan, namun Aku
juga sangat menghargai privacy masing-masing orang. Ketika seorang sahabat
merasa sedih, tak selamanya aku langsung berdiri di hadapannya dan bertanya :
“Ada apa denganmu? ceritakan semuanya kepadaku.”
Lebih sering, Aku justru akan membiarkannya menyesapi kesedihannya seorang
diri. Setelah merasa cukup waktu, barulah Aku menemuinya seraya bergumam,
“Kalau kamu mau, pakailah telinga dan juga bahuku untuk
tempatmu bercerita dan menangis.”
Selanjutnya, Aku menyerahkan keputusan di tangannya. Ingin meminjam telinga dan
bahuku, atau justru menginginkanku berdiri di balik sekat.
Sebaliknya, Aku pun memiliki kehidupan pribadi yang harus
kujalani sendiri, yang tidak selamanya melibatkan sahabat. Di saat Aku sedang
bersedih, Aku ingin agar sahabatku memperlakukanku seperti Aku
memperlakukannya. Kenyataannya, sikapnya justru membuatku merasa sangat tidak
nyaman.
Ketika Aku sedang bersedih, sahabat menodong dan memintaku
untuk bercerita. Mungkin itu memang wujud dari kepeduliannya, tapi seharusnya
dia tidak lupa untuk memahami karakterku juga.
Aku bukanlah seseorang yang bisa dengan mudah curhat kepada
orang lain. Karakterku keras, selalu berusaha untuk bisa menyelesaikan
masalahku sendiri. Biasanya, Aku akan share hal-hal yang menurutku memang pantas
untuk kubagi. Jadi jika Aku tidak berbagi kisah, itu artinya bahwa kisah itu
memang pantasnya hanya untuk kukonsumsi seorang diri saja.
Apa jadinya jika dalam kondisi seperti ini sahabat masih
menerorku dengan ‘kepedulian’ yang justru menggangguku itu..?? Maaf, tapi Aku
pasti akan marah besar.
Mungkin terlalu berkesan pembelaan diri jika kukatakan bahwa
Aku tidak terlalu menuntut dalam hubungan bersahabat. Aku memang menuntut.
Dengan catatan, yang kutuntut adalah hakku sebagai seorang sahabat. Berharap
sahabatku bisa mengerti kode etik persahabatan, sehingga tidak saling
mengecewakan dan menimbulkan perselisihan.
Akan kuakhiri dengan salah satu quote favoritku:
“Sahabat yang baik bukanlah orang yang berada di samping
kita setiap detik. Melainkan, orang yang tahu kapan dia harus menggenggam
tangan kita dengan sangat rapat, juga yang mengerti kapan dia harus berdiri agak
berjarak seolah ada pilar yang memisahkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar